Tuesday, June 5, 2007

Menimbang Audio-Video



Ada “Office Boy”, ada “Office Theatre”

ADA Office Boy di kantor, itu biasa. Tetapi Office Theatre? Di rumah biasa ada Home Theatre. Tetapi Office Theatre? Apa pula ini? Apa ada istilah baru yang namanya Office Theatre?


Ah, itu sekadar istilah jadi-jadian saja. Istilah yang selintas lewat dalam pikiran, hap... lalu ditangkap, seperti cicak-cicak di dinding. Tidak ada istilah Office Theatre. Hanya saja ketika ada perlengkapan Home Theatre yang dipasang di kantor, tepatnya di balik pintu masuk utama sayap kanan lantai III Redaksi Harian Kompas, maka istilah itupun tiba-tiba muncul begitu saja.

Ini perangkat audio-video yang dikeluarkan sebuah perusahaan elektronik yang mengusung jargon “Life’s Good”, sebuah televisi plasma raksasa seukuran kira-kira 60 inches (1,5 meter), lengkap dengan sub-woofer dan enam speaker yang bisa dipasang di sekeliling ruangan untuk menimbulkan efek stereo yang nyata.

Kalau memutar film dari media DVD, terasalah kebeningan gambar dan kejernihan suaranya. Alhasil, ruangan sayap kanan depan yang terisi desk polhukam, desk opini, dan desk multimedia itu seperti tersulap menjadi theater sungguhan. AW Subarkah adalah wartawan spesialis multimedia yang menghadirkan televisi plasma raksasa itu untuk ditimbang, sementara Irwan Julianto secara sukarela menjadi “operator” yang banyak memutar film bermutu nonbajakan, plus kelompok musik kondang.

Tadi malam terjadi kehebohan tatkala kelompok Queen dengan Freddy Mercury-nya “menguncang” seisi kantor dengan lagu-lagu getasnya, classic rock. Disusul The Bee Gees yang bersuara “cempreng”, dan The Beatles yang tampil dengan gaya gipsy-nya. “When I find myself in trouble mother Marry comes to me...” lenguh Paul McCartney.

Sebelumnya juga ada Il Divo. Juga ada penyanyi solo macam Josh Groban, Andrea Boricelli, dan Santana. Belum lagi film action seperti Mission Imposible dan The Blood Diamond.

Banyak wartawan dan karyawan tertahan saat hendak pulang untuk duduk sejenak di kursi yang dijajarkan di depan televisi. Tercatat yang duduk menikmati Office Theatre itu antara lain Maria Hartiningsih, Fitrisia, Tony Widiastono, Agnes Aristiarini, dan Retno Bintarti. Belum lagi anggota tiga desk di ruangan itu yang mau tidak mau menikmati apa saja yang diputar.

Meski demikian, kerja jalan terus. Bahkan ada wartawan yang tenggelam dalam pekerjaan seakan-akan tidak pernah tahu ada keriuhan di sekitarnya!

Komentar para wartawan beragam, tetapi kebanyakan kelakar. "Wah, televisi di rumah saya malah lebih besar, sebesar dinding rumah," kata seorang wartawan. Yang lain tak tinggal diam, "Di rumah televisi begini saya pasang di halaman, biar tetangga ikut menikmati." Ada lagi, "Saya mau membeli televisi model begini, tetapi mau yang lebih besar dari ini." Yang lain, ya ketawa-ketiwi sajalah mendengarnya, selagi ketawa-ketiwi tidak dipajak!

Konon, televisi plasma raksasa itu hanya sementara saja berada di ruangan itu. Selesai ditimbang , barang harus angkat kaki. Kalau ditimbang dan dinilai, tentu tidak akan ada cacatnya. Hanya saja bagi sebagian besar karyawan Kompas, kekuarangan barang baru itu tetap ada, yaitu harganya yang tidak bisa terjangkau kocek!

Ah, namanya saja ikut menikmati, tidak harus memiliki atau membeli, bukan?

1 comment:

ADMIN said...

liburan ke bali yuk! mo tahu info tentang bali www.bali4u.wordpress.com ,thanks boz