Monday, March 12, 2007

Penolakan Itu

Nurani Bicara

PADA akhirnya nuranilah yang bicara. Seruan itu akhirnya datang juga: tolak!

Penolakan itu terkesan sangat tidak manusiawi, seakan-akan tidak menghormati hukum. Tetapi, dimana nurani diletakkan ketika dengan santainya kaki melangkah memasuki sebuah kantor yang sebelumnya sudah nyaris dia "bakar" dengan seisi penghuninya yang telanjur kena caci-maki, dihina, dan direndahkan?

"Kalau saya BAMBANG WISUDO alias WIS: SAYA AKAN MERASA SANGAT-SANGAT-SANGAT MALU UNTUK BEKERJA LAGI DI KOMPAS. SAYA KOK MERASA SENIOR, tetapi MENGHINA KOMPAS. IYA, SAYA PANTAS MALU..." Demikian kata Pascal (CAL) menanggapi "kemenangan" Wis di Disnaker.

Luki Aulia (LUK), wartawan muda yang mengaku gumun dengan gaji pokok Wisudo yang hampir Rp 10 juta/bulan itu berteriak... "Waaaa, lha ya panteslah berjuang keras masuk sini lagi... lha wong gajinya itu lho...ya ampyuuunn... mau doooooong... hehehe..."

Robert Adhi KSP yang mengaku rakyat biasa cinta damai menulis: "Saya masih tidak habis pikir pada jalan pikiran Wisudo. Jadi, sungguh aneh jika dia diterima lagi di Kompas, yang sudah dia jelek-jelekkan sampai seantero dunia. Bacalah LabourStart.com, bacalah dotcom-dotcom lainnya yang bisa diakses siapapun di seantero bumi ini. Kalau dia diterima di Kompas lagi, jangan-jangan seisi Kompas ini dia 'bakar' lagi, dia provokasi lagi, dia racuni lagi".

Rizal Layuck (ZAL) menulis: "Kalo maksa terus, artinya Wisudo memiliki KEPRIBADIAN GANDA? Pertama, gak tahu malu, hipokrit dan senang melihat orang susah (smos). Negara hancur karena petinggi negara, provinsi dan kota/kabupaten kini berpribadi ganda, bukan hanya di Kompas lho!"

Memang sulit membayangkan seseorang yang sudah menyumpahi dan meludahi perusahaannya sendiri, memobilisi massa untuk membangun opini negatif dan kampanye hitam tentang perusahaan tempat dia bekerja, serta merendahkan pegawai kecil seperti Satpam, bisa melenggang masuk gerbang perusahaan.

Lantas ia duduk manis di atas kursi kerja, kursi yang sebelumnya nyaris dia "bakar" dengan seisi kantornya, lantas menerima gaji pokok Rp 10 juta (plus tunjangan lainnya) perbulan. Kalau begini caranya, mungkin benar apa yang dikatakan LUK bahwa dia masih sayang dengan gaji yang diterimanya tiap bulan itu?

Seandainya ada perusahaan lain yang bisa menggaji WIS lebih besar dari jumlah itu, barangkali ia tidak harus menggalang massa untuk menghina perusahaan tempat dia pernah bekerja, dan ironisnya agar bisa kembali masuk bekerja. Sayangnya, TIDAK ADA satu pun perusahaan pers YANG SUDI menampungnya bekerja, apalagi harus membayar dengan gaji sebesar itu. Sebab, hanya perusahaan pers yang tolol saja yang mau menerima dia bekerja!

Sekarang, perlawanan sebagian besar karyawan terhadap "kemenangan"-nya di Disnaker mulai menggelinding. Opini mau tidak mau harus dilawan opini. Itu hukum alam. Bagi perusahaan, tidak ada kata lain selain terus FIGHT, jangan menyerah dan jangan mengabulkan permintaan dia agar kembali masuk bekerja, kecuali kalau perusahaan ini tidak mau menghargai dan menghormati ribuan karyawannya!

No comments: