Monday, February 26, 2007

2806 Karakter (1)

Mukadimah:

Banyak teman bertanya mengapa blog Insidekompas ini vakum dan tidak pernah diisi postingan baru sejak 20 Februari lalu. Apakah blog ini ditutup karena adanya "imbauan" dari pihak-pihak tertentu? Tidak ada, tidak ada "imbauan", apalagi tekanan harus menutup diri! Hanya karena masalah teknis saja yang membuat blog ini istirahat selama seminggu. Kini postingan hadir dengan rubrik "2806 Karakter". Maksudnya, karakter setiap postingan dalam rubrik ini kira-kira sejumlah itulah, setara satu halaman MS-Word tanpa spasi. Berapa seri akan dipostingkan, tergantung situasi dan suasana hati. Pesannya pendek, jelas, tidak berbelit-belit, dan langsung kenai sasaran, biar tidak melelahkan. Isinya sebagaimana blog umumnya adalah "gue banget", sebab ini memang "berita" si empunya blog, bukan pendapat ramai-ramai alias gerombolan, apalagi pendapat sebuah organisasi atau manajemen perusahaan. Just ordinary people makes his own story. Just me...

Tak Ada Boikot

APAKAH benar manajemen Kompas memberlakukan boikot terhadap 172 orang yang mengaku diri ilmuwan, dosen dan peneliti pembuat "Petisi dari Para Sahabat", yang menyatakan menentang cara-cara Kompas memecat seorang wartawannya?

Itulah pertanyaan sejumlah sahabat. Arti boikot di sini, Kompas melarang wartawan atau editornya menghubungi ke-172 penandatangan itu untuk tidak dijadikan lagi sumber, narasumber lisan maupun tulisan, tidak menyiarkan siaran persnya, dan bahkan tidak memuat artikelnya.

Kita tegaskan: tidak ada boikot! Manajemen Kompas sama sekali tidak memberlakukan boikot terhadap orang-orang yang jelas butuh pencerahan, orang-orang yang barangkali tidak tahu persis duduk persoalannya, namun atas nama “solider” atau “setia kawan”, mereka telanjur menghujat Kompas sebagai telah melakukan kekerasan, tidak humanis, dan sebagainya. Boikot bukanlah penyelesaian masalah secara bijak.

Adalah tugas kita, wartawan, editor dan orang-orang Kompas lainnya menanyakan kepada mereka secara simpatik apa maksud dan tujuan membuat petisi itu. Kita jelaskan secara sabar duduk perkara dan latar belakangnya secara jernih, person to person. Pendekatan kita bukanlah “total war”, pendekatan yang digunakan sebuah organisasi yang ironisnya memproklamirkan diri sebagai pengusung “peace journalism”.

Bahwa Kompas tidak melakukan boikot, terbukti dari adanya beberapa anggota petisi 172 itu yang opininya dimuat, bahkan sudah dijadikan narasumber. Beberapa dari 172 itu ada yang datang langsung ke Kompas atau sekadar menanyakan lewat ponsel apakah benar dirinya diboikot karena masuk ke dalam petisi. Sejauh ini selalu ditegaskan: tidak ada boikot!

Jangan takut, kawan!

Harus dicatat, tidak ada boikot adalah memang keputusan manajemen. Tetapi bagaimana dengan individu-individu Kompas, katakanlah wartawan di lapangan dan editor yang menentukan laik-tidaknya berita diturunkan? Kenyataannya, ada sebagian di antara mereka yang sudah memegang daftar ke-172 nama itu.

Kalau masing-masing individu sebagai wartawan maupun editor ada yang terluka, terhina, atau tersinggung dengan pernyataan 172 anggota petisi, bukankah mereka juga punya hak untuk tidak menghubungi atau menggunakan ke-172 orang itu sebagai sumber?

Memang, dunia jurnalistik mengenal istilah “langit takkan runtuh” kalau tidak memberitakan suatu peristiwa, apalagi kalau itu sekadar siaran pers atau konferensi pers. Kita juga bisa bersikap untuk tidak memilih sumber dari orang atau organisasi tertentu, toh masih banyak orang atau organisasi lainnya untuk dijadikan narasumber. Bagaimana kalau wartawan dan editor punya pandangan seperti itu?

Jangan salahkan kami!

Bagaimana pun kami juga manusia, punya rasa dan punya hati. Kami tunduk pada aturan main, pada aturan perusahaan, pada kemauan manajemen yang tidak akan pernah melakukan boikot, sekalipun kepada orang-orang atau organisasi yang telah menghina dan mempermalukan Kompas. Tetapi di lapangan masing-masing wartawan punya independensi dan kebebasan memilih narasumber.

Kalau nama Anda tidak pernah muncul di Kompas dan Anda tidak pernah dihubungi lagi untuk diminta sebagai sumber, siaran pers Anda langsung menjadi penghuni tong sampah, itu bukan karena keputusan manajemen, juga bukan karena kemauan manajemen. Itu lebih karena independensi kami sebagai manusia yang selalu berpikir bebas dan bertindak lugas.

Mungkin ini yang Anda belum paham!

No comments: