Thursday, February 1, 2007

Dua Postingan Cak ANO


I

DENGAN segala rasa ikhlas dan bertanggung jawab, saya mendukung seruan tersebut. Sebenarnya saya sih lebih cenderung kongkret dan to the point saja yaitu kita menentang segala rekadaya Wisuda menyebarkan hasutan yang mengarahkan pemecahbelahan di antara karyawan Kompas,mendestruksi terhadap lembaga ini.

Perlu juga ditambahi seruan dukungan terhadap keputusan lembaga yang menjatuhkan skorsing terhadap Wisuda. Keputusan lembaga itu itu sah menurut hukum. Dari hukum moral, itu sesuai Hukum Hidlir. Kalau dari segi Ushul Fiqih (maaf tambahan ini anggap saja seperti label halal di restoran) sesuai dengan dalil: dar'ul mafasid muqadam ala jalbil mashalih, yangartinya mencegah kerusakan itu diutamakan daripada memperbaiki.

Sebagai tambahan, saya mendengar dari kawan-kawan AJI, bahwa sekarang Wisuda sedang bernegosiasi dengan manajemen untuk bisa aktif kembali di Kompas. Jika info ini benar, saya sarankan sebaiknya tutup saja pintu negosiasi. Dulu diskors kemudian diampuni. Nyatanya ibarat dikasik hati malah ngrogoh rempelu ehrempelo, malah ngilani dada, nyulek mata, mopokbletokan (yang nggak ngerti Bahasa Jawa lewatin aja kalimat ini daripada ikutan bingung).

Sudah, tutup pintu untuk Wisdua selamanya. Biarkan saja dia berbuat semaunya, ibaratnya: ketekera kaya manuk branjangan kopat-kapito kaya buntute ula tapak angin, nanti kalau strum accu-nya habis lak mandek dhewe.Terakhir jika boleh saya usul, sebaiknya jangan berhenti pada sebatas "SERUAN". Tapi harus ada langkah konkret internal maupun eksternal sebagai cerminan sikap kita. Bentuk kongkretnya seperti apa, yo ayo diomong bareng sambil makan buah ciplukan.

II

DIALOG memang cara yang elegan. Dulu pun saya menyarankan demikian. Tetapi, dialog menjadi tidak diperlukan terhadap orang atau pihak yang memang tidak punya itikad baik. Niatnya memang mengajak hancur-hancuran. Sejak awal sudah menyimpan tekad untuk TOTAL WAR. Cenderung maumenang sendiri. Tidak noleh githoke dhewe. Katanya demokrasi, tetapi ketika demokrasi tercermin melalui representasi suara karyawan lantas dituduh sebagai rekayasa manajemen.

Dengan melihat latar yang begitu, siapapun akanberpikir berulang kali untuk membuka jendela dialog. Jangan-jangan kalau ada kesediaan dialog nanti dipelintir sebagai sikap lemah, mulai ngeper, keder, takut. Biarkan saja berkoar-koar di luar. Nanti kalaus trumnya habis lak mblerek dhewe. Tanpa bermaksud menggurui, salah satu prinsip manajemen itu harus tegas dan konsisten.

Kembali ke Lap.... lapangan sepak bola.

No comments: