Wednesday, February 28, 2007

2806 Karakter (3)

Berdamai dengan Kenyataan

APA makna “Rabu, 28 Februari 2007 pukul 24.00”? Mungkin tidak bermakna apa-apa bagi sebagian orang. Tetapi bagi ibu yang melahirkan anaknya tepat di waktu ini, atau seorang anak meratapi kematian ayahnya tepat di detik ini, pastilah sang waktu bermakna dalam. Di lingkungan kerja kami, momen itu adalah detik-detik berakhirnya kepengurusan Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK).

Banyak ucapan terima kasih yang disampaikan kepada PKK yang diketuai Syahnan Rangkuti selama dua tahun masa baktinya. Terungkap, bahwa perjuangan PKK terhadap anggotanya, meski itu bukan serikat pekerja, cukup “membumi” dari sekadar perjuangan kontroversial meminta saham. Namun orang segera melupakan jerih payah PKK itu kalau tidak diingatkan sejumlah kawan melalui milis.

Memang, yang menenggelamkan jerih payah PKK adalah upaya sepihaknya memperpanjang kepengurusan selama enam bulan ke depan. Ibarat nila setitik rusak susu segentong, jerih payah dan perjuangan itu meruap, seperti sepotong ranting terseret derasnya aliran air sungai.

Upaya memperpanjang kepengurusan sepihak yang dimotori delapan pengurusnya itu dianggap sebagai sewenang-wenang, tidak demokratis, dan melecehkan “konstituen”, yakni anggota (karyawan) yang memilih pengurus PKK. Kita tahu, ada alasan yang dikemukakan atas perpanjangan itu, yakni “masih adanya masalah yang belum terselesaikan” selama periode kepengurusannya.

Lagi-lagi, orang menangkapnya sebagai ketidakpercayaan, bahkan ketidakrelaan, pengurus PKK terhadap pengurus baru yang akan menggantikannya. Sebagian lagi berpendapat, itu tidak lain dari “kemaruk kuasa”. Suatu permainan yang telah disepekati sebelumnya namun diingkari justru saat permainan itu akan berakhir, tetap akan mengundang reaksi, setidak-tidaknya pertanyaan kalau tidak mau dikatakan kecaman.

Kita tangkap kecaman sejumlah karyawan/wartawan melalui milis atas upaya memperpanjang kepengurusan itu. Di sisi lain, tidak ada satu karyawan pun yang membenarkan upaya sepihak itu. Tidak puas dengan kecaman, aksi mengumpulkan tanda tangan ketidaksetujuan perpanjangan masa kepengurusan pun berlangsung. Bisa diterjemahkan sebagai “mosi tidak percaya”, sekaligus meminta diadakannya pemilihan Ketua PKK yang baru.

Selesai pengumpulan tanda tangan, beberapa jam sebelum masa kepengurusan PKK berakhir, tiga dari delapan pengurusnya menyatakan berhenti dari kepengurusan. Mereka adalah Arbain Rambey, Adi Prinantyo dan Nur Hidayati.

Pengurus PKK berjumlah sepuluh orang. Mereka adalah Syahnan Rangkuti (Ketua), Arbain Rambey, Salomo Simanungkalit, Rien Kuntari, Paulus Bambang Wisudo, Nur Hidayati, Anung Wendyartaka, Luhur Fajar, Doty Damayanti, dan Adi Prinantyo. Hanya dua orang yang tidak hadir saat rapat PKK memutuskan perpanjangan kepengurusan, yakni Rien Kuntari dan Nur Hidayati. Dengan berhentinya tiga pengurus PKK, praktis tinggal enam pengurus yang tersisa.

Detik-detik menentukan bagi kepengurusan PKK berikutnya akan ditentukan dalam detik-detik ini pula. Bisa saja masih ada pengurus PKK lainnya yang menyatakan berhenti. Bisa juga enam pengurus PKK (lama) yang tersisa masih ngotot untuk memperpanjang masa jabatannya selama enam bulan ke depan.

Memang sulit membayangkan sebuah kepengurusan tanpa dukungan penuh anggotanya, seperti lokomotif yang meluncur sendiri di atas rel ketidakpastian. Sementara konstituen yang merasa dilecehkan telah membentuk kepanitiaan untuk memilih Ketua PKK yang baru.

Kita tidak mungkin tahu bagaimana akhir kisah ini mesti sejam ke depan. Yang paling mungkin adalah: berdamailah dengan kenyataan!

No comments: