Thursday, February 1, 2007

Surat Terbuka BOY


Surat Terbuka kepada Mas Wisudo

Mas Wisudo yang baik,Keluarnya Mas Wis dari Kompas sebenarnya membuat hati saya sedih karena bagaiamanpun saya mengenal Anda. Tetapi sejak kemarin saya sedih karena ternyata ikut kena getahnya sehingga bisa menciptakan stigma buruk tentang saya.

Perlu saya tegaskan disini... kegiatan futsal sama sekali TIDAK ADA hubungannya dengan panasnya perundingan saham. Saya mempromotori kegiatan itu tanpa tendensi buruk, apalagi untuk meredam panasnya perundingan saham antara manajemen dengan PKK. Ini adalah inisiatif pribadi bersama OTW karena didorong oleh 'sepinya' acara yang membuat seluruh karyawan Kompas bersatu, dimana kita bisa kompak, akrab dan ketawa lepas..nggak ada batas dan jarak antara pimpinan dan bawahan. Ide kompetisi futsal, sebenarnya aku cetuskan bersama-sama dengan OTW. Jadi waktu itu, pilihannya, kalau bukan OTW, ya saya ketuanya.

Bahkan kalau DOT mau berbagi cerita, dia bisa menyampaikan kepada kita semua tentang sulitnya untuk mendapatkan lapangan buat pertandingan. Saya sempat ditemani DOT, harus melakukan pendekatan kepada PORKA berkali-kali, sampai akhirnya mendapatkan lapangan hanya untuk enam hari pertandingan. Kalau pertandingan itu memang untuk kepentingan perusahaan, tentu tidak akan sesulit itu mendapatkan lapangan.

Maaf Mas Wis, saya menulis ini hanya untuk mengklarifikasi karena saya mendapat telpon dan email yang bertubi-tubi dari banyak orang yang mempertanyakan alasan penunjukkan saya sebagai kepala biro. Terus terang aku sangat emosi sekali dan merasa teraniaya dengan pernyataan anda tentang saya.

Terus terang juga, saya tidak respek lagi dengan anda. Sesungguhnya anda benar-benar sudah menimbulkan keresahan di kantor Kompas, paling tidak terhadap saya. Anda juga telah menimbulkan perpecahan, paling tidak antara saya dan anda.

Seharusnya, seorang pemberani menyelesaikan masalahnya tanpa mengorbankan orang lain. Mas Wisudo, seharusnya sebelum menilai orang lain, Anda harus melakukan pengecekan terlebih dahulu agar tidak menyebarkan kebohongan.

Saya sendiri juga keberatan kalo lagi-lagi keberadaan saya sebagai kepala biro dikaitkan dengan suksesnya acara futsal, bukan karena capability saya. Artinya sebetulnya penunjukkan saya sebagai kepala biro bukan karena futsal yang baru kemarin, yang anda nilai sebagai alat untuk meredam panasnya perundingan saham.

Saya sangat yakin, penunjukan sebagai kepala biro membutuhkan pengamatan yang relatif panjang, bahkan sejak org mulai berkarir di Kompas. Selain itu, Pimpinan tentu tidak mau mengambil risiko untuk asal tunjuk seseorang jadi kepala biro. Pasti banyak pertimbangan dan banyak kepala yang memutuskan. Paling tidak harus dicoba memimpin tim lebaran selama 15 hari.

Mas Wisudo, anda juga perlu ketahui bahwa bukan cuma anda yang punya keberanian bicara di Kompas, semua orang juga punya keberanian itu, tetapi dengan cara masing-masing. Tidak perlu main api, kalah jadi abu, menang jadi arang. Seperti anda yang jadi abu di mata saya.

Saya juga mau berbagi pengalaman kepada teman-teman yang mungkin usianya lebih muda dari saya, bahwa pimpinan di Kompas itu tidak seperti yang digambarkan Wisudo. Mereka bersedia diajak dialog. Kalau tuntutan kita berdasar, mungkin akan dipenuhi dengan iklas dan semua orang menerima secara adil. Jadi pimpinan sangat memberikan tempat bagi teman-teman yang punya semangat untuk memperjuangkan hak sendiri atau orang lain.

Misalnya, sekedar berbagai pengalaman tentang perjuangan terhadap prinsip dan hak di kompas, antara lain ketika saya ditempatkan di Pulau Batam (status masih korlep), saya sudah menuntut perubahan sistem perhitungan tunjangan kemahalan. Pada waktu itu saya protes karena tunjangan ditentukan berdasarkan persentase dari gaji pokok. Artinya semakin besar gaji pokok maka semakin tinggi tunjangan. Bagi saya perhitungan itu tidak adil, yang kaya makin banyak menerima subsidi.

Akhirnya, pimpinan mengganti aturan itu menjadi tunjangan daerah dengan jumlah tak bergantung gaji pokok. Bahkan pada waktu itu, saya diminta memberikan rekomendasi siapa lagi yang perlu mendapatkan tunjangan kemahalan. Waktu itu saya minta agar teman di Papua dan Ambon juga mendapat subsidi yang sama. (Mas Wis sebenarnya bisa dapat kalau ke Ambon).

Kemudian ketika pindah ke Jakarta, saya bersama SAH dan LAM berhasil memperjuangkan agar masa kerja kami dihitung dua tahun sejak menjadi Koresponden Tetap (Korlep aturan lama bagi wartawan di daerah) karena memang aturannya begitu. Setelah proses panjang, ternyata tuntutan berhasil dikabulkan. Saya yang diangkat karyawan 1999, masa kerjanya dihitung 1997. Hasilnya tidak hanya dinikmati oleh kami bertiga, melainkan semua. Semua wartawan korlep mendapatkan perhitungan masa kerja yang mundur. Aji yang diangkat tahun 1999 diakui masa kerjanya sejak 1994, termasuk MAR diakui masa kerja lebih awal bebarapa bulan dari masa kerjanya. Singkatnya banyak orang yang menikmati perjuangan kami bertiga.

Contoh lain bahwa pimpinan bisa diajak dialog adalah ketika kebijakan penilaian karya yang mempengaruhi kenaikan gaji dihapuskan. Saya melakukan aksi protes seorang diri karena merasa sudah terlanjur mengumpulkan poin di atas 12. Saya meyakini pada waktu itu, Gaji Pokok saya harus naik sepuluh persen. Saya terpaksa berjuang sendiri dengan berkas GP dan perhitungan nilai saya setiap semester, karena beberapa teman yang saya ajak berjuang tidak mau ikut.

Perjuangan saya tidak mudah, semua pihak yang saya temui mengaku tidak punya data mengenai nilai saya. Dan yang lebih pahit lagi, saya dijelaskan bahwa per 1 Januari (tahunnya lupa) aturan kenaikan tidak berlaku lagi. Jadi poin yang saya kumpul tidak berlaku lagi. Tetapi saya tidak putus asa, saya terus kan hal itu, karena ada keyakinan bahwa saya benar. Setelah beberapa lama, ternyata muncul keputusan kantor, bahwa ada kenaikan gaji dari poin yang sudah terkumpulkan sebelumnya, dihitung secara proporsional. Sekali lagi semua orang menikmati hasil perjuangan bisu yang saya lakukan sendiri.

Terakhir perjuangan saya dihadapan Mas Wis, mungkin kecil, tetapi berarti bagi orang lain. Ketika pertemuan dengan PSDM yang juga dihadiri WIS, saya meminta kepada semua pejabat yang hadir agar wartawan DNB pengganti saya jangan didudukan di meja yang selama ini saya duduki karena berisik dan tidak nyaman untuk bekerja. Pimpinan langsung merespon permintaan karena apa yang saya minta masuk akal.

Jadi saya harap, teman-teman bisa menilai dengan jernih masalah ini dan tidak terprovokasi oleh ucapan Mas Wis yang sangat menyakitkan hati saya. Satu hal lagi, kita harus saling percaya, percaya kepada teman, percaya kepada editor, dan percaya kepada pimpinan yang lebih tinggi.

Jangan, seolah-olah keberanian hanya milik Wis, kalau tidak ikut Wis berarti tidak punya keberanian. Kebenaran seolah-olah milik wis, kalau tidak mendukung wis berarti tidak benar.

Akhir kata, semoga Mas Wis sekeluarga, senantiasa dalam lindungan dan kasih sayangNya.

Salam, BOY

Dari moderator:
Surat ini bisa tampil setelah mendapat izin dari BOY. Surat SSD dan ANO segera menyusul jika sudah mendapat izin.

No comments: