Sunday, February 18, 2007

Hati-hati KOMPAS Palsu!


Usul: Kompas Pasang Iklan dan Bentuk “LBH”




Dikarenakan akhir-akhir ini ada ada sementara pihak yang mengaku melek hukum tetapi malah melecehkan hukum itu sendiri, misalnya seenaknya menggunakan kata “Kompas” untuk tujuan-tujuan tertentu, kami mengusulkan agar manajemen Harian Kompas memasang iklan peringatan atas kemungkinan penyalahgunaan nama “Kompas” tersebut.

Seperti kita ketahui, DPR pernah tertipu menerima sekelompok massa yang menamakan diri KOMPAS. DPR mengira bahwa Harian Kompas memecat karyawannya secara massal. Padahal kita ketahui bersama, yang dipecat hanya seorang wartawan. Demikian juga Disnaker Jakarta, yang kemungkinan terkecoh atas nama KOMPAS ini.

Pemecatan di berbagai institusi pers sudah seringkali terjadi. Bahkan yang dipecat bukan hanya seorang wartawan, tetapi pemecatan sejumlah wartawan. Akan tetapi sejauh itu, sebagaimana pernah diungkapkan anggota AJI Ging Ginanjar, dampak yang ditimbulkannya tidaklah seheboh pemecatan seorang wartawan Kompas. Tidak ada gerakan, tidak ada demo, tidak ada intimidasi kepada institusi media massa yang melakukan pemecatan massal tersebut!

Tetapi mengapa itu terjadi pada Harian Kompas? Ya, karena sebagai institusi besar, Harian Kompas rawan akan pemerasan! Segala cara untuk memeras akan dilakukan, apalagi menemukan momentumnya seperti saat ini.

Mengingat nama Harian "Kompas" mudah diselewengkan, mungkin juga untuk tujuan pemerasan terhadap sumber-sumber kredibel dengan mengatasnamakan “wartawan” Kompas, kami mengusulkan manajemen Harian Kompas untuk memasang iklan peringatan di berbagai media, media massa cetak maupun elektronik, agar masyarakat hati-hati menerima permintaan atau desakan dari sekelompok massa yang menamakan diri KOMPAS.

Kami juga mengusulkan kepada relawan-relawati wartawan/karyawan Kompas untuk mendirikan sebuah lembaga nirlaba bernama Lembaga Bantuan Humor (disingkat "LBH"). Tujuannya tidak lain untuk menghibur, membuat senang, membuat 'ngeh' sebagian warga masyakat yang belum tercerahkan, warga yang selama ini tahunya memonopoli kebenaran saja.

1 comment:

Didit Putra said...

Wah, ini repotnya kalau punya perusahaan dengan nama yang terdiri dari kata yang jamak digunakan di Indonesia, Kompas yang berarti penunjuk arah.

Sudah jamak pula penggunaan plesetan dalam memperjuangkan kepentingan dengan alasan lebih catchy termasuk pada konteksnya. Jadi bukan cuma nama band musik yang harus akrab didengar.


Mungkin yang harus ditekankan pada seluruh komponen yang pernah atau akan "tertipu" dengan plesetan Kompas (atau KOMPPAS?) bahwa seharusnya identitas tamu ditanya baik2. Bukan salah tamu kalau tuan rumah salah menyambut kan?

salam
eld